Pada malam hari, ibumu akan menjadi kunang-kunang, terbang ke hamparan bunga-bunga, ke sepanjang jalan, menelusuri remang cahaya, hinggap di daun-daun, berteduh dari embun, lalu terbang lagi, ke atap rumah, ke tiang listrik, ke bawah jembatan. Ibumu menjadi kunang-kunang sepanjang malam, mencari kamu yang sudah lama hilang.”Di mana kamu, anakku? Di mana?”
Nyala di tubuhnya begitu terang, seperti kerinduan yang membara, namun berkedip-kedip, seperti rasa sakit yang menusuk-nusuk. Ibumu—kunang-kunang itu—terus mengembara, berjam-jam, tanpa lelah, tanpa keluh kesah. Ia akan terus mencarimu, ia arungi sepanjang jalanan yang berliku, yang senyap berbatu, ia terbang di atas sungai yang bercabang, yang entah bermuara di mana. Ia datangi setiap gubug-gubug lapuk. Sampai akhirnya ia temui kamu di sebuah rumah, rumah yang kemudian sangat dikenalnya. Dan sejak itulah, setiap malam, ibumu selalu setia mengunjungi rumah itu, melihat dirimu tertidur pulas, mendoakan keselamatanmu, lalu bergegas pergi ketika pagi hendak tiba, dengan niat untuk kembali di malam berikutnya….
***